Kamis, 03 Juli 2008

Salut untuk Bapak Prof. Dr. drg. I Gede Winasa

Kalau ada daerah yang begitu beruntung dengan adanya Otonomi Daerah, itulah daerah Kabupaten Jembrana, kabupaten TERMISKIN KEDUA di Pulau Bali Mungkin wacana ini sudah begitu gencar dan meraung – raung di tengah – tengah kancah birokrasi dan rakyat Bali. Saya hanya mencoba untuk membantu memberikan wacana agar banyak orang yang akhirnya bangun.

Berangkat dari 3 prinsip awal :
a. Keberpihakan pada rakyat miskin
b. Keseriusan memberantas korupsi
c. Melibatkan masyarakat dalam bidang pembangunan

rakyat Jembrana telah meraup beberapa keuntungan antara lain :
a. Bebas biaya pendidikan bagi seluruh siswa sekolah negeri (SD, SLTP,SMU, SMK)
b. Beasiswa bagi siswa sekolah swasta
c. Bebas biaya obat dan dokter bagi semua warga
d. Bebas biaya rumah sakit bagi keluarga miskin
e. Dana talangan untuk menjaga harga hasil panen
f. Dana bergulir untuk usaha bagi kelompok masyarakat

Bagaimana bisa? Apa saja kebijakannya?

Untuk menghindari penggelembungan harga dalam pengadaan barang dan proyek dibentuk Tim Standarisasi Harga yang ketua dan anggotanya terdiri dari beberapa pegawai pemkab lintas bagian. Tugas utamanya adalah melakukan pengecekan harga ke supermarket setiap tiga bulan. Hasilnya harga yang dibayarkan pemerintah tidak jauh berbeda dengan harga di pasaran. Untuk proyek-proyek pemerintah dibentuk tim independen dari Universitas Udayana untuk menentukan biaya. Dalam tim ini sama sekali tidak ada orang-orang dinas sehingga benar-benar independen.

Strateginya adalah EFISIENSI pada semua bidang sehingga setelah ditata ulang terjadi perampingan dari 21 menjadi 11 lembaga (2 badan, 2 kantor, dan 7 dinas) saja yang tinggal. Dinas Pariwisata dileburnya ke dalam Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sehingga menjadi Dinas Pendidikan, Kebudayaan, dan Pariwisata. Prinsipnya, semakin sedikit dana APBD yang dikorupsi semakin banyak yang bisa digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Prinsip sederhana yang masih sulit dilakukan oleh daerah-daerah lain.

Ternyata prinsip efisiensi dan pemberantasan korupsi mampu membuat sekolah-sekolah menjadi efisien sehingga Pemkab Jembrana mampu membebaskan biaya pendidikan bagi rakyatnya hanya dengan dana rata-rata Rp. 1.798.840/bulan/sekolah (SD), Rp.10.738.700/bulan/sekolah (SMP), Rp. 11.834.250,-/bulan/sekolah (SMA), dan Rp. 13.037.500,-/bulan/sekolah (SMK).

Siswa-siswa di sekolah swasta memperoleh subsidi atas dua jenis yaitu bea siswa kurang mampu sebesar Rp.7.500,-/bulan/siswa (SD), Rp.12.500,-/bulan/siswa (SMP), dan Rp. 20.000,-/bulan/siswa (SMU) yang diberikan setiap 6 bulan sekali. Bagi siswa sekolah swasta yang mampu tidak memperoleh subsidi tapi bagi siswa berprestasi tinggi akan diberi bea siswa.

Ternyata biaya yang dikeluarkan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi 49,716 siswanya 'hanya' 3,7 M. Ya, hanya 3,7 M pertahun! Bandingkan dengan puluhan milyar yang dikeluarkan oleh daerah-daerah di Kaltim yang belum juga mampu membebaskan biaya pendidikan bagi rakyatnya.

Lalu, apakah kebijakan ini akan diikuti oleh semua Kabupaten di Bali? Rasanya semua pejabat birokrasi perlu belajar pada Bapak Winasa. Sebagai Calon Gubernur, rasanya Bapak Winasa tidak perlu diragukan lagi kemampuannnya.

Apa Blog saya menjadi ajang konspirasi politik?

Saya rasa itulah pemikiran yang akan terbersit di benak mereka yang memang jago korupsi. Apa salah bila Blog ini memuat sosok yang slit ditemui di Indonesia? Saatnya membuka mata. Memilih dengan latar belakang pemimpin yang berkompeten.

Slogan “Yang Muda Yang Memimpin” tak sepenuhnya benar. Buktinya, Bapak Winasa yang telah sukses dengan segudang prestasi lebih dicintai daripada Cagub lain yang masih muda. Inilah bukti bahwa semua memang harus didasarkan pada pelayanan. Bukan permintaan untuk dilayani.

Sebuah artikel saya dapatkan dari web www.beritabali.com/?reg=&kat=hkm&s=news&nav=4&id=200804200003

[Denpasar.Sosial & Politik] 20.04.2008 16:37

Cagub Winasa Siap Kontrak Poltik

Renon, Cagub Prof Gede Winasa menyatakan siap menerapkan program ‘5 bebas’ bila nanti terpilih sebagai gubernur Bali. Ke-5 macam bebas itu adalah, bidang pendidikan (SD-SMA), kesehatan, pengangguran, kemiskinan, dan korupsi.

Janji ini siap dijadikan kontrak politik dengan rakyat. “Kalau saya terpilih, maka program pendidikan gratis mulai diterapkan pada tahun ajaran 2009. Jika tak terbukti, saya siap mundur dari jabatan gubernur,” tandas Winasa menjawab pers di Renon, Minggu (20/4).

Keberaniannya menjanjikan kontrak politik seperti itu didasari atas fakta bahwa, total dana APBD kabupaten/kota se-Bali dan juga pemprov Bali cukup besar mencapai Rp 6 triliun. Bila dikalkulasi, maka tiap penduduk Bali rata-rata mendapat jatah anggaran sekitar Rp 2 juta/orang/tahun.

Sementara di Jembrana sendiri, saat ini hitung-hitungannya rata-rata mendapat jatah Rp 1,6 juta/orang/tahun dari besaran dana APBD-nya.

“Logikanya, dengan dana rata-rata Rp 1,6 juta/orang/tahun saja bisa bebas pendidikan, apalagi Rp 2 juta/orang/tahun,” tegas Winasa yang program-programnya selama ini dikenal pro-rakyat itu.

Faktor pendukung utama untuk bisa terealisasinya program ‘bebas’ tersebut, menurut Winasa adalah menutup celah korupsi dengan membuat dan memberdayakan sistem yang efektif. Dalam pandangan Winasa, tindakan in-efisiensi saja sudah digolongkan sebagai tindakan ‘korupsi terselubung’.

Untuk itu, berbekal pengalaman memimpin Jembrana, Winasa tidak akan memberikan celah sekecil apapun bagi pejabat yang potensi korupsi. Bila dari segi kesempatan sudah ditutup rapat melalui penerapan sistem yang efektif, maka kemungkinan terjadinya tindakan korupsi sangat tipis walaupun dari oknumnya ada niat untuk korupsi.

Ditanya dengan siapa akan melakukan kontrak politik, menurut Winasa idealnya dengan DPRD Bali sebagai representasinya rakyat Bali. Kontrak politik tersebut nantinya akan disebarluaskan ke masyarakat, bila perlu sampai kepada setiap calon pemilih. (sss)